Selamat Datang

STOP KORUPSI, STOP MARKUS, STOP SUAP, STOP KONGKALINGKONG. START TO CLEAN YOUR LIF

BERANTAS KORUPSI

BERANTAS KORUPSI
STOP KORUPSI, STOP MARKUS, STOP SUAP, STOP KONGKALINGKONG. START TO CLEAN YOUR LIF

Senin, 28 Desember 2009

KONFLIK SUMBER DAYA ALAM

KONFLIK SUMBER DAYA ALAM

Konflik agrarian atau konflik kepemilikan tanah di Sulteng menjadi teman akrab bagi masyarakat dalam pemanfaatan tanah sebagai sumber mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tanah dapat diibaratkan nyawa kedua bagi masyarakat.

Konflik agrarian di Sulteng berlatar belakang soal masyarakat dengan perusahaan, baik lokal, nasional maupun internasional.

Bahkan tidak jarang masyarakat harus berhadapan dengan pemerintah. Kondisi latar belakang konflik dipicu status kepentingan, konflik tapal batas, serta penetapan dan penerapan kebijakan Negara.

Kasus-kasus Agraria yang masuk ke Pengadilan Negeri (PN) Palu lebih banyak menyeret masyarakat dengan tuduhan perambahan hutan di wilayah Taman Nasional Lore Lindu (TNLL). Yaitu kasus dengan dakwaan menyeret warga Desa Watumaeta (satu orang), dan Tomado (enam orang) Kecamatan napu (Poso) Hasilnya, warga divonis bersalah merambah hutan di wilayah TNLL.

Konflik Agraria tidak masuk ke ranah pengadilan (non litigasi) pun tidak kalah ‘sadis’ dengan kasus yang sudah diputus pengadilan. Misalnya perampasan lahan oleh perkebunan sawit.

Kasus perampasan lahan masyarakat terjadi di tiga kabupaten, yakni Kabupaten Poso, Morowali dan Kabupaten Banggai.

Warga Desa Peura (Poso) terlibat konflik lahan dnegan PT Bukaka ketika perusahaan ini melakukan pembangunan Tower Sutet PLTA Sulewana. Dalam proses penanganannya, masyarakat telah dua kali melakukan hearing bersama PT Bukaka, DPRD, Kabupaten Poso, Bupati Poso, dan SKPD terkait. Hasilnya PT Bukaka bersedia membangun tower sutet di luar pemukiman warga. Namun hingga ahir 2009, kesepakatan hearing ini tidak terlaksana.

Untuk Morowali, terdapat empat kasus konflik kepemilikan lahan, yakni konflik antara warga Desa Taripa dengan Pt Sawit Jaya Abadi, warga Desa Taliwan-Tomata dengan PTPN XIV, warga Desa Poenea-Lanumor dengan PT Rimbunan Alam Sentosa perlu di ketahui, PT Sawit Jaya Abadi dan PT Rimbunan Alam Sentosda merupakan anak perusahaan PT Astra Agro Lestari Grup.

Untuk Banggai, terdapat enam kasus penggusuran yang terjadi di Desa Agro Estata, Singkoyong, Benteng,Tou, Moilong, dan Desa Kayuku yang dilakukan oleh PT Kurnia Luwuk Sejati (KLS) untuk membuat perkebunan sawit.

Konflik antara warga dengan PT KLS kembali terjadi di Desa Piondo, Bukit Jaya, dan Desa Mekar Sari Kabupaten Banggai. Konflik ini bertalian dengan alih fungsi dari Hutan Tanaman Industri (HTI), menjadi perkebunan kelapa sawit ***

LPS-HAM Sulteng, PBHR Sulteng, KPPA Sulteng,LBH Sulteng dan Kontras Sulawesi

Kamis, 06 Agustus 2009

Masyarakat VS Pengusaha Sawit di Banggai Sulawesi Tengah

PANATAU, Kamis 30 Juli 2009

Perkebunan sawit Bualemo Ditolak
PANTAU-Luwuk. Rencana investasi sejumlah perusahaan perkebunan untuk membuka lahan areal kelapa sawit dalam skala besar hingga kini masih menuai kontroversi. Ada kalangan yang pro, namun tak sedikit pula yang kontra. Dan setelah kasus pembukaan jalan menuju areal perkebunan kelapa sawit di Batui yang memunculkan protes warga, muncul lagi aksi penolakan terhadap pembukaan perkebunan kelapa sawit di Bualemo.

Puluhan warga asal bualemo dan aktifis lingkungan di Luwuk, Rabu (27/7) kemarin berunjuk rasa menentang masuknya investasi perkebunan kelapa sawit di Bualemo yang dikelola PT. Wira Mas Permai menurut sejumlah pengunjuk rasa yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Sawit Kabupaten Banggai, keberadaan perusahaan perkebunan yang muali operasional dari DEsa Longkoga Barat itu akan membuka kawasan seluas 17.500 Hektar.

Pembukaan perkebunan skala besar itu dikuatirkan akan berdampak terhadap kelestarian lingkungan. Perusahaan yang kini mulai melakukan pembukaan jalan koridor dan pembibitan itu, juga diruding telah mengunakan tanda tangan daftar hadir persetujuan warga.

Karenanya, mereka meminta agar pemerintah segera mencabut SK Bupati Banggai Nomor 522.26/15/Disbun tentang penetapan izin lokasi perkebunan kelapa sawit PT. Wira Mas Permai seluas 17.500 hektar di Kecamatan Bualemo. Mereka juga mendesak pemerintah daerah segera mengentikan segala aktifitas yang dilakukan perusahaan itu, sebab saat ini sudah kegiatan pembibitan di Desa Salu. Terhadap BPN, mereka meminta untuk tidak mengeluarkan izin HGU kepada PT. Wira Mas Permai, dan terhadap anggota DPRD Banggai yang terpilih, agar lebih memperhatikan masyarakat dan juga dampak lingkungan, sebab yang merasakan adalah masyarakat.

Selain mengitari sejumlah ruas ja;an utama diluwuk, para pengunjuk rasa itu juga mendatangi kantor DPRD Banggai di kawasan teluk lalong. Mereka membawa sejumlah pamphlet yang bertuliskan permintaan pencabutan izin lokasi PT. Wira Mas permai. *ISKANDAR



PANATAU, 30 Juli 2009

Operasional WMP Dihentikan Sementara
PANTAU-Luwuk. Protes keras yang disampaikan kalangan warga Bualemo dan sejumlah aktifis yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Sawit Kabupaten Banggai terkait pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit oleh PT. Wira Mas Permai (WMP), berujung dengan munculnya rekomendasi Komisi B DPRD untuk mengehentikan sementara aktifitas perusahaan yang menguasai areal 17.500 hektar itu.

Ketua Komisi B Dewan Banggai Arianto Hakim dan sejumlah anggotanya seperti Oskar Paudi dan Nurhayat yang menerima pengunjuk rasa Rabu (27/7) kemarin, sepakat untuk meminta perusahaan yang memperoleh izin Bupati Banggai melalui SK nomor 525.26/15/Disbun, agar mengehentikan kegiatan sementara sambil menunggu rapat dengar pendapat yang akan digelar bebarapa hari kedepan.

Menurutnya, dewan memberikan perhatian terhadap apa yang menjadi keberatan warga, namun soal penghentian permanent, tentu menjadi kewenangan Bupati Banggai. Dan untuk mengevaluasi apakah terjadi penyimpangan prosedur seperti adanya indikasi pemanfaatan tanda tangan saat sosialisasi, yang akhirnya dipakai sebagai persetujuan maupun persoalan analisa dampak lingkungan hingga hal-hal lainnya, akan dilakukan pada rapat dengar pendapat.
Rapat dengar pendapat itu sendiri rencananya akan menghadirkan Buapti, Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLH), Dinas Perkebunan, Dinas Kehutanan, pihak perusahaan serta pemerintah Kecamatan, desa dan masyarakat maupun aktifis yang memprotes masuknya perkebunan kelapa sawit. Sebelumnya para aktifis seperti Budi Supriadi memnita dengan tegas, agar dewan menghentikan operasional perusahaan itu. Saat ini kata mereka perusahaan tengah melakukan pembibitan dan terhadap kegiatan pembibitan hingga membawa bibit ke lokasi, para tenaga kerjanya hanya diupah Rp. 35 Rupiah persatu kantong.
Masuknya perusahaan itu kata dia, juga telah memunculkan pro dan kontra ditengah masyarakat. Pertemuan antara pengunjuk rasa dengan para anggota dewan, sempat berlangsung alot, Nurhayat menyatakan bahwa soal waktu rapat pendapat belum bisa dipastikan, karena masih harus menyesuaikan dengan agenda di lembaga perwakilan itu, saat ini kata dia, dewan tengah mengelar reses, dan selanjutnya ada pembahasan ABT atau APBD Perubahan, lalu pembahasan Perda tentang keuangan.
Karenanya pertemuan lintas instansi soal sawit bari digelar setelah itu. Penjelasan ini sempat diprotes pengunjuk rasa, dengan dalih bahwa masalah Bualemo sangat mendesak untuk selesaikan. Karenannya mereka meminta ada ketegasan untuk menghentikan sementara kegiatan perusahaan, sampai pelaksanaan rapat dengar pendapat.
Para pengunjuk rasa akhirnya menyambut gembira, setelah Ketua Komisi B Arianto Hakim menyatakan akan merekomendasikan penghentian sementara kegiatan perusahaan WMP, hingga dengar pendapat.* ISKNDAR