Selamat Datang

STOP KORUPSI, STOP MARKUS, STOP SUAP, STOP KONGKALINGKONG. START TO CLEAN YOUR LIF

BERANTAS KORUPSI

BERANTAS KORUPSI
STOP KORUPSI, STOP MARKUS, STOP SUAP, STOP KONGKALINGKONG. START TO CLEAN YOUR LIF

Rabu, 13 Januari 2010

KONFLIK SUMBERDAYA ALAM

Konflik agraria atau konflik kepemilikan tanah di wilayah Sulawesi Tengah, menjadi teman akrab bagi masyarakat dalam pemanfaatan tanah sebagai sumber mata pencarian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tanah dapat diibaratkan sebagai nyawa kedua bagi masyarakat.

Pada konflik agraria di Sulawesi Tengah berlatar belakang soal masyarakat dengan perusahaan, baik local, nasional maupun internasional. Bahkan tidak jarang masyarakat harus berhadapan dengan pemerintah. Kondisi latar belakang konflik agraria dipicu dari (1) status kepemilikan, (2) konflik tapal batas, dan (3) penetapan dan penerapan kebijakan Negara.

Rekaman kasus
Kasus-kasus agraria yang masuk ke Pengadilan Negeri Palu lebih banyak menyeret masyarakat dengan tuduhan perambahan hutan di wilayah Taman Nasional Lore Lindu. Ini dapat dilihat dari dua kasus, yang pertama kasus dengan dakwaan yang menyeret seorang warga Desa Watumaeta Kecamatan Napu Kabupten Poso dan kasus lainnya melibatkan enam orang warga Desa Tomado Kecamatan Napu Kabupaten Poso . Hasilnya, masyarakat dinyatakan bersalah telah melakukan perambahan hutan di wilayah TNLL.

Konflik agraria yang tidak masuk ke ranah pengadilan (non litigasi) pun tidak kalah “sadisnya” dengan kasus yang sudah diputus oleh pengadilan. Sebut saja kasus perampasan lahan oleh perkebunan sawit maupun oleh perusahan nasional. Kasus perampasan lahan masyarakat terjadi di tiga kabupaten yakni Kabupaten Poso, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Luwuk-Banggai.

Di wilayah Kabupaten Poso terdapat satu kasus konflik kepemilikan lahan antara warga Desa Peura Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso dengan PT. Bukaka (Pembangunan Tower Sutet untuk PLTA Sulewana). Konflik ini berawal ketika PT. BUKAKA hendak membangun tower sutet di tengah perkampungan warga. Awalnya tower tersebut akan dibangun di luar perkampungan warga, akan tetapi dengan alasan untuk menghemat biaya operasional maka PT. BUKAKA memindahkan pembangunan tower sutet tersebut.

Pada proses penanganannya masyarakat telah dua kali melakukan hearing bersama pihak PT. BUKAKA, anggota DPRD Kabupaten Poso, Bupati Poso dan SKPD yang berkaitan dengan kepentingan didirikannya PLTA Sulewana. Hasilnya, diperoleh kesepakatan bahwa PT. BUKAKA bersedia membangun tower sutet di luar pemukiman warga atau pembangunan kembali pada lokasi awal tower sutet dan pihak DPRD Kabupaten Poso mendesak agar Bupati Poso melakukan pertemuan dengan warga Desa Peura untuk membicarakan keinginan warga. Namun sampai akhir tahun 2009, kesepakatan hearing tersebut tidak terlaksana.

Untuk wilayah Kabupaten Morowali Terdapat empat kasus konflik kepemilikan lahan, antara lain; (1) konflik kepemilikan lahan antara warga Desa Taripa dengan PT. Sawit Jaya Abadi, (2) konflik antara warga desa Taliwan dan warga Desa Tomata dengan PTPN XIV, (3) konflik antara warga Desa Peonea dengan PT. Rimbunan Alam Sentosa, (4) konflik antara warga Desa Lanumor dengan PT. Rimbunan Alam Sentosa. Perlu diketahui bahwa PT. Sawit Jaya Abadi dan PT. Rimbunan Alam Sentosa merupakan anak perusahaan dari PT. Astra Agro Lestari Grup .

Untuk wilayah kabupaten Luwuk-Banggai terdapat enam kasus penggusuran yang terjadi di Desa Agro Estate, Desa Singkoyong, Desa Benteng, Desa Tou, Desa Moilong, Desa Kayuku yang dilakukan oleh PT. Kurnia Luwuk Sejati (PT. KLS). Penggusuran tanah warga dilakukan oleh PT. KLS untuk mendirikan perkebunan sawit.

Konflik antara masyarakat dengan PT. KLS kembali terjadi khususnya di Desa Piondo, Desa Bukit Jaya, Desa Mekar Sari Kabupaten Luwuk-Banggai. Konflik ini berkaitan dengan alih fungsi dari Hutan Tanaman Industri (HTI) menjadi perkebunan kelapa sawit.

Tidak ada komentar: